lsmsitijenar.or.id/ Banyuglugur, Situbondo Minggu 21 September 2025 – Gelombang protes masyarakat Desa Banyuglugur, Kecamatan Banyuglugur, Kabupaten Situbondo, terhadap keberadaan stockpile serbuk kayu (sawdust) milik PT Eksekutif kembali Terjadi dan bahkan makin menguat. Warga menilai pemerintah daerah maupun DPRD Situbondo lamban menangani persoalan yang sudah sejak lama mereka keluhkan. Kegeraman itu memuncak pada Minggu (21/9/2025), ketika perwakilan warga kembali menyuarakan ancaman untuk menutup sendiri aktivitas stockpile sawdust yang berada tepat di samping masjid satu-satunya di desa.

Sabtu (20/9/2025) pagi Kemarin, sekitar pukul 10.00 WIB, lima orang perwakilan warga mendatangi Mapolsek dan Koramil Banyuglugur. Mereka melaporkan bahwa PT Eksekutif masih terus mendatangkan serbuk kayu ke lokasi stockpile, padahal sebelumnya sudah ada kesepakatan penghentian sementara.
“Kesepakatan sudah jelas: aktivitas dihentikan. Tapi faktanya, serbuk kayu masih masuk. Kalau ini terus dibiarkan, warga siap menutup sendiri stockpile itu,” tegas salah satu perwakilan warga kepada petugas.

Pernyataan keras tersebut menandakan bahwa kesabaran masyarakat Banyuglugur telah mencapai batas. Siang ini, warga kembali geram dan mendesak agar aktivitas stockpile sawdust segera dihentikan. Jika tidak, langkah penutupan paksa oleh warga hanya tinggal menunggu waktu.
Hari ini Warga dan Perwakilan Perusahaan Melakukan Pertemuan Yang Difasilitasi Aparat, Kembali Mendapatkan Hasil Buntu:
Mendapat laporan itu, Polsek Banyuglugur segera berkoordinasi dengan Koramil dan pihak kecamatan untuk menengahi. Pada Minggu (21/9/2025), pertemuan digelar di Kantor Koramil Banyuglugur yang dihadiri Kapolsek Iptu Teguh Santoso, Danramil Kapten Rahman, dan Camat Suwiryo, bersama perwakilan warga dan pihak perusahaan.
Namun, pantauan awak media menunjukkan dialog tersebut berakhir buntu. Warga tetap bersikukuh menolak keberadaan stockpile, sementara pihak perusahaan meminta waktu untuk menunggu rekomendasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Situbondo.
Warga menegaskan penolakan mereka bukan tanpa alasan. Ada sejumlah alasan kuat yang melandasi sikap konsisten mereka:
1. Lokasi sangat bermasalah. Stockpile berdiri di tengah permukiman padat dan persis bersebelahan dengan masjid, mengganggu kenyamanan ibadah warga.
2. Ancaman pencemaran lingkungan. Timbunan serbuk kayu yang dibiarkan menumpuk tanpa pengolahan berisiko mencemari air tanah, merusak kualitas lahan, dan menimbulkan bau tidak sedap.
3. Bahaya banjir dan penyakit. Saat hujan deras, serbuk kayu rawan terbawa aliran air, menyumbat drainase, serta memicu pencemaran lebih luas.
4. Resiko kebakaran tinggi. Timbunan serbuk kayu dikenal sangat mudah terbakar, sehingga mengancam keselamatan warga sekitar.
“Bayangkan, masjid satu-satunya di desa ini berdampingan langsung dengan gunungan serbuk kayu. Bagaimana kami bisa tenang beribadah? Ini bukan sekadar soal lingkungan, tapi soal keselamatan dan kenyamanan masyarakat,” kata salah seorang tokoh warga.

Dalam forum Siang ini, perwakilan PT Eksekutif Didik Martono (pihak 1) dan perwakilan takmir Masjid Ibnu Hidayat (pihak 2) menyepakati dua poin sementara:
Aktivitas stockpile dihentikan dan serbuk kayu dikosongkan sambil menunggu rekomendasi DLH Situbondo.
Apapun hasil rekomendasi DLH maupun Komisi III DPRD nantinya, perusahaan wajib menyosialisasikan kepada seluruh warga.
Namun, mayoritas warga menilai kesepakatan itu tidak cukup. Mereka tetap Kembali menegaskan agar stockpile sawdust ditutup permanen tanpa menunggu rekomendasi apapun.

Sementara Aktivis Sumyadi Yatim Wiyono, yang selama ini getol mengawal aspirasi warga, menyampaikan kritik keras terhadap kinerja DPRD. Menurutnya, Komisi III terlalu lamban mengambil keputusan.
“Kalau DPRD Komisi III tidak segera peka dan mengambil langkah konkret, jangan salahkan warga kalau menutup sendiri stockpile sawdust ini. Letaknya jelas bersebelahan dengan masjid dan rumah warga. Kalau tidak bisa membela rakyat, lebih baik berhenti saja jadi wakil rakyat,” ujarnya dengan nada geram.
Wakil Ketua DPRD Situbondo, Andi Handoko, yang beberapa hari lalu sempat menemui massa aksi dan bahkan ikut turun langsung ke lokasi, kini terkesan acuh. Saat dikonfirmasi melalui teleponnya Sore ini, ia menyebut persoalan ini masih berproses di DLH dan perizinan.
“Proses kasus sawdust ini sedang berjalan, mungkin Senin besok ada perkembangan. Tugas kami hanya memberi saran kepada pemerintah daerah,” ujar politikus PDI-P tersebut sebelum menutup sambungan dengan alasan sedang menerima tamu.
Padahal, sebelumnya ia ikut turun langsung ke lokasi stockpile bersama anggota DPRD lainnya ntah mengapa sore ini saat dikonfirmasi sore ini terkait hal polemik Stockpail Sawdust yang bersangkutan terkesan menghindar dari pertanyaan awak media.
Seperti diberitakan Sebelumnya, Pada Senin (15/9/2025), ratusan warga bersama LSM Siti Jenar telah menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Pemkab dan DPRD Situbondo. Mereka menuntut dua hal utama: penutupan stockpile sawdust Banyuglugur serta penegakan aturan lingkungan yang lebih tegas.
Dalam aksi itu, Andi Handoko sempat menemui massa dan berjanji membawa aspirasi warga ke rapat resmi DPRD. Namun hingga kini, janji tersebut belum juga terealisasi.
Melihat kondisi yang tak kunjung mendapat kepastian, warga semakin kehilangan kesabaran. Ancaman mereka untuk menutup sendiri aktivitas stockpile sawdust semakin nyata.
“Kalau tidak ada tindakan nyata, kami akan bertindak. Ini bukan main-main. Masjid kami, rumah kami, dan keselamatan kami dipertaruhkan,” tandas salah seorang warga dengan penuh emosi.

Situasi ini diperkirakan akan semakin memanas jika Pemkab dan DPRD Situbondo tidak segera mengambil langkah tegas. Aspirasi warga Banyuglugur kini jelas: aktivitas stockpile sawdust harus ditutup permanen, atau mereka akan melakukannya sendiri.
(Red/Tim Biro Siti Jenar Group Situbondo Jatim)