lsmsitijenar.or.id/ Situbondo, Jumat 19 September 2025 – Polemik pertanahan di Desa Alas Tengah, Kecamatan Sumbermalang, Kabupaten Situbondo, kembali menjadi perhatian publik. Aliansi yang terdiri dari unsur advokat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan media lokal melakukan langkah lanjutan dengan mendatangi Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Situbondo, Jumat (19/9/2025).
Kedatangan rombongan aliansi dipimpin oleh Lukman Hakim selaku koordinator. Mereka diterima langsung oleh Kasi ATR/BPN Situbondo, Hari. Dalam forum tersebut, Lukman menegaskan bahwa tujuan kedatangan mereka adalah menindaklanjuti surat audiensi resmi yang sebelumnya telah dilayangkan.
“Persoalan penerbitan sekaligus pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Desa Alas Tengah bukan sekadar administrasi biasa. Kami melihat adanya indikasi cacat prosedur dan cacat hukum yang serius. Inilah yang kami kawal,” ujar Lukman dalam keterangannya.
Lukman menyoroti persoalan kewenangan dalam proses pembatalan SHM. Ia menilai ATR/BPN Situbondo maupun Kantor Wilayah (Kanwil) tidak serta-merta memiliki kewenangan mutlak untuk membatalkan SHM, terlebih jika usia sertifikat sudah melewati 90 hari.
Menurut pandangan hukum yang disampaikan aliansi, SHM yang sudah melewati batas waktu tersebut hanya bisa dibatalkan melalui putusan pengadilan negeri. Jika pembatalan dilakukan langsung oleh BPN, maka berpotensi menyalahi aturan serta menciptakan ketidakpastian hukum.
“Ini bukan sekadar soal teknis pertanahan, tetapi menyangkut prinsip hukum. Apabila BPN tetap melakukan pembatalan sepihak, konsekuensinya sangat berbahaya bagi kepastian hukum masyarakat,” tegas Lukman.
Aliansi menilai kasus ini harus segera dituntaskan dengan prinsip transparansi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Mereka tidak ingin persoalan tanah yang sudah berlarut-larut kembali menjadi potensi konflik sosial di masyarakat.
Karena itu, mereka mendesak agar audiensi ke depan dilakukan langsung bersama Kepala Kantor ATR/BPN Situbondo. Menurut Lukman, hanya dengan keterlibatan langsung pimpinan lembaga, penyelesaian masalah ini bisa menyentuh substansi dan menghasilkan keputusan yang sesuai hukum.
“Kami berharap BPN Situbondo membuka ruang audiensi resmi bersama Kepala Kantor, bukan hanya di level staf. Masalah ini serius dan butuh solusi jelas, bukan jawaban normatif,” tambahnya.
Aliansi juga mengingatkan bahwa kasus pertanahan semacam ini tidak hanya menyangkut dokumen administratif, tetapi juga berimplikasi luas pada kehidupan masyarakat. Tanah merupakan sumber ekonomi, sosial, dan identitas bagi warga. Apabila status kepemilikannya tidak memiliki kepastian hukum, maka konflik horizontal di tingkat masyarakat sangat mungkin terjadi.
“Aliansi ini akan terus mengawal persoalan hingga masyarakat mendapatkan kepastian hukum yang adil. Hak masyarakat harus dilindungi dan prosedur hukum tidak boleh dipermainkan,” pungkas Lukman.
Dengan langkah ini, aliansi advokat, LSM, dan media menunjukkan sikap konsisten dalam mendorong tegaknya hukum di bidang pertanahan. Mereka juga menegaskan bahwa fungsi BPN sebagai lembaga negara harus benar-benar dijalankan sesuai aturan, bukan dengan keputusan yang berpotensi merugikan masyarakat.
(Red/Tim-Biro Situbondo Jatim)