SITUBONDO – Rombongan LSM Siti Jenar kembali mendatangi Gedung DPRD Kabupaten Situbondo pada Senin siang, 29 September 2025. Kedatangan mereka merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Komisi III terkait aktivitas stockpile sawdust di Kecamatan Banyuglugur. Dalam aksi ini, DPRD dinilai lebih berpihak pada pengusaha ketimbang masyarakat yang terdampak.
Rapat audiensi berlangsung di kantor DPRD Situbondo dipimpin langsung oleh Ketua Umum LSM Siti Jenar, Eko Febrianto. Suasana pertemuan berjalan cukup tegang, bahkan sempat diwarnai aksi gebrak meja oleh Eko.
Menurut Eko, masalah pencemaran lingkungan akibat timbunan serbuk kayu hingga kini tak kunjung menemukan solusi. Ia menilai rekomendasi yang dihasilkan Komisi III justru lebih menguntungkan pihak pengusaha, bukan masyarakat.
“Kami datang lagi ke Komisi III karena memang fungsi mereka adalah mengawasi kebijakan pembangunan, infrastruktur, dan lingkungan hidup. Tapi mengapa rekomendasi yang keluar malah tidak melibatkan masyarakat?” ujar Eko seusai pertemuan singkat tersebut.
Ia juga menyoroti agenda rapat Komisi III yang digelar pada hari yang sama, yakni pembahasan Raperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). “Isu ini jelas berkaitan langsung dengan aktivitas stockpile sawdust, tapi sayangnya anggota Komisi III tidak berada di tempat,” imbuhnya.
Eko menuturkan bahwa masyarakat sudah berulang kali menyampaikan penolakan terhadap keberadaan stockpile sawdust. Penolakan itu bukan tanpa alasan. Timbunan serbuk kayu dinilai berpotensi mencemari tanah dan sumber air, menyumbat drainase saat musim hujan, hingga memicu kebakaran karena sifatnya yang mudah terbakar.
“Lokasinya bahkan bersebelahan dengan masjid. Itu jelas mengganggu kenyamanan beribadah. Warga menolak dengan keras karena dampaknya nyata,” tegas Eko.
Sebelumnya, Komisi III memang telah melakukan inspeksi lapangan pada 16 September 2025 serta rapat dengar pendapat pada 25 September. Namun, masyarakat tidak dilibatkan dalam pembahasan. “Ironis sekali, yang terdampak langsung justru diabaikan,” lanjutnya.
Eko juga mengingatkan bahwa keresahan masyarakat sudah disampaikan ke berbagai pihak, mulai dari Polsek, kecamatan, desa, hingga dinas terkait. Namun, hingga kini belum ada tanggapan serius.
“Kami khawatir, jika aspirasi warga terus diabaikan, mereka bisa saja melakukan penutupan paksa. Ini berpotensi menimbulkan gesekan dengan pihak pengusaha di lapangan,” kata Eko dengan nada geram.
Ketua DPRD Situbondo, Mahbub Junaidi, yang akhirnya menerima perwakilan LSM Siti Jenar, menyatakan pihaknya akan menggelar rapat ulang. “Kami akan meninjau kembali rekomendasi stockpile sawdust ini,” ujarnya singkat.
Namun, pernyataan tersebut tidak meredakan kekecewaan. “Kami menggaji DPRD untuk mewakili rakyat, bukan membela pengusaha. Aspirasi warga harusnya menjadi prioritas,” tegas Eko.
Dua minggu sebelumnya, tepatnya pada Senin, 15 September 2025, ratusan massa dari LSM Siti Jenar juga menggelar aksi di depan Kantor Pemkab dan Gedung DPRD Situbondo. Mereka menuntut penutupan stockpile sawdust serta maraknya tambang galian C di wilayah barat Situbondo yang dinilai meresahkan warga.
Dalam aksi tersebut, Eko menyuarakan berbagai persoalan, mulai dari dampak lingkungan, legalitas usaha, hingga dugaan penyalahgunaan BBM bersubsidi oleh pengusaha stockpile dan tambang.
Saat itu, Sekretaris Daerah Situbondo Wawan Setiawan berjanji akan menurunkan tim investigasi gabungan dari DLH, Disperindag, dan Satpol PP. Bahkan, Wakil Ketua DPRD Andi Handoko turut menyatakan kesanggupannya menindaklanjuti permasalahan ini. Namun, menurut masyarakat, janji tersebut hingga kini belum terwujud.